LATAR BELAKANG :
LOMBA JEMPARINGAN gaya KRATON YOGYAKARTA
Memperebutkan Piala EKALAYA, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
LATAR BELAKANG :
Olahraga panahan atau jemparingan-Mataraman gaya Kraton Yogyakarta sudah dikenal sejak awal berdirinya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Pada tahun 1757 Sri Sultan HB ke-1 mendirikan sekolah didalam komplek kraton Yogyakarta yg diberi nama "Sekolah TAMANAN", dimana salah-satu mata-pelajarannya adalah memanah.
Memanah diajarkan untuk PUTRA & PUTRI Sultan, kerabat raja, serta abdi dalem berpangkat tinggi di dalam kraton. Keahlian memanah yg dulu dipakai untuk berperang melawan musuh, berburu binatang, membela-diri, dll, sekarang diajarkan untuk tujuan Pembentukan watak Ksatria MATARAM (character building) yaitu: Nyawiji - Greget - Sengguh, dan Ora Mingkuh (konsentrasi, penuh semangat, memiliki jati-diri / percaya diri, serta berani bertanggung-jawab)
Medali EKALAYA :
Dimasa pemerintahan Sri Sultan HB ke VIII pernah ada "medali EKALAYA" dari emas murni & perak murni, yang diberikan sebagai penghargaan tertinggi di kraton Yogyakarta, untuk para pemanah yang berhasil sandhang 4 maupun sandhang 3 saat bermain jemparingan keraton.
Sandhang 4 artinya dalam 1 rounde / rambahan, seorang pemanah berhasil melepas anak-panahnya dan SEMUA menancap mengenai sasaran wong-wongan (boneka jerami).
Sandhang 3 berarti dalam 1 rambahan, si pemanah berhasil mengenai menancapkan 3 anak-panahnya tepat sasaran.
Sampai 6 Januari 2018, jemparingan gagrag karaton Yogyakarta hanya boleh dimainkan oleh para abdi-dalem kraton Yogyakarta.
Sekarang, masyarakat Umum ( non abdi-dalem) juga diijin ikut nguri-uri / melestarikan ajaran luhur Sri Sultan HB ke-1 tersebut.